Jumat, 26 Desember 2014



Rosulullah saw. bersabda:
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ.
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka hendaklah dia berkata yang baik atau hendaklah diam” HR. al-Bukhari dan Muslim dari sahabat Abu Hurairah).
Wasiat Rasulullah saw. tersebut menunjukkan betapa pentingnya kedudukan lisan. Dimana nilai keimanan seseorang disandingkan dengan kemampuannya menjaga dan memelihara lisan. Seorang hamba bisa mencapai derajat yang tertinggi, bahkan mendapat karunia yang amat agung di sisi Allah. Namun sebaliknya, dengan lisan pula seorang hamba jatuh tersungkur ke dalam jurang kehinaan yang sedalam-dalamnya.
Nabi Juga bersabda:
إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ رِضْوَانِ اللهِ لاَ يُلْقِي لَهَا بَالاً، يَرْفَعُ اللهُ بِهَا دَرَجَاتٍ، وَإِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ سَخَطِ اللهِ لاَ يُلْقِي لَهَا بَالاً يَهْوِي بِهَا فِي جَهَنَّمَ.
.
“Sesungguhnya seseorang mengucapkan kalimat dari keridhaan Allah yang tidak diperhatikannya, namun Allah mengangkatnya disebabkan kalimat itu beberapa derajat, dan sesungguhnya seorang hamba mengucapkan kalimat dari kemurkaan Allah yang tidak di-perhatikannya, sehingga Allah melemparkannya disebabkan kalimat itu ke dalam Neraka Jahanam” (HR. Imam Bukhari).
Itulah kekuatan lisan sehingga dapat menentukan kedudukan dan keselamatan seorang hamba. bagaimana agar ia secara pribadi sekaligus secara majemuk masyarakat, mampu mempergunakan lisan untuk mencapai kedudukannya, derajat yang terhormat, bahkan pangkat yang paling mulia, bukan hanya di kalangan manusia atau segenap makhluk, namun juga kemuliaan di sisi Allah.
Teladan Rasulullah saw. sebagai pemimpin yang paling mengasihi dan menyayangi umatnya, telah berpesan serta berwasiat demi keselamatan, kemuliaan, serta ketinggian derajat kita, umat beliau, dalam sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau menerangkan,
إِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ رِضْوَانِ اللهِ مَا يَظُنُّ أَنْ تَبْلُغَ مَا بَلَغَتْ فَيَكْتُبُ اللهُ لَهُ بِهَا رِضْوَانَهُ إِلَى يَوْمِ يَلْقَاهُ                                                                                              “Sesungguhnya seseorang dari kalian berkata dengan perkataan yang diridhai Allah, dia tidak menyangka bahwa kalimat itu bisa sampai pada apa yang dicapai (oleh kalimat itu), kemudian Allah mencatat baginya disebabkan kalimat itu pada keridhaanNya sampai hari dia bertemu denganNya.” (HR. Ahmad, at-Tirmidzi, an-Nasa`i, Ibnu Hibban dari sahabat Bilal bin Harits).
Dengan cara seperti itulah kaum Muslimin senantiasa bisa mempertahankan kedudukan yang paling mulia sejak zaman para Nabi dan Rasul sampai saat sekarang, maka janganlah sekali-kali kita melupakan atau tidak mau mewarisinya dengan sungguh-sungguh, sehingga tersungkur dalam jurang kehancuran, karena tidak mampu lagi menjaga lisan dan mensyukurinya dengan sebaik-baiknya.
Apabila kita tidak mampu untuk berkata yang baik, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memberi satu solusi jitu yaitu, “Diamlah!”
Karena diam itu mampu menahan seorang hamba agar tidak jatuh ke dalam jurang kehancuran.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ صَمَتَ نَجَا.
“Siapa yang diam, niscaya akan selamat” (HR. Ahmad, at-Tirmidzi, ad-Darimi, Ibnul Mubarak, Ibnu Abi ad-Dunya)
Dengan diam, kita akan selamat dari jurang neraka, seperti yang diperingatkan oleh Rasulullah dalam haditsnya, “Dan sesungguhnya seorang hamba mengucapkan kalimat dari yang dimurkai Allah yang tidak diperhatikannya, sehingga Allah melemparkannya disebabkan kalimat itu ke dalam Neraka Jahanam.” (HR. al-Bukhari).
walhasil, diam adalah solusi terakhir bagi kita jika tidak mampu menjaga lisannya. ini mengindikaasikan bahwa berkata, beraktifitas dan berperan dalam kancah publik sesungguhnya lebih baik jika mampu dilakukan, namun jika tidak bisa, terlebih memudhorotkan kepada yang lain, maka diam, pasif dan menjauhkan diri dari hiruk pikuk adalah yang terbaik baginya. wallahu a’lam

Tidak ada komentar: