Rosulullah saw. bersabda:
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ
وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ.
“Barangsiapa yang beriman kepada
Allah dan Hari Akhir, maka hendaklah dia berkata yang baik atau hendaklah diam”
HR. al-Bukhari dan Muslim dari sahabat
Abu Hurairah).
Wasiat Rasulullah saw. tersebut
menunjukkan betapa pentingnya kedudukan lisan. Dimana nilai keimanan seseorang
disandingkan dengan kemampuannya menjaga dan memelihara lisan. Seorang hamba
bisa mencapai derajat yang tertinggi, bahkan mendapat karunia yang amat agung
di sisi Allah. Namun sebaliknya, dengan lisan pula seorang hamba jatuh
tersungkur ke dalam jurang kehinaan yang sedalam-dalamnya.
Nabi Juga bersabda:
Nabi Juga bersabda:
إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ
بِالْكَلِمَةِ مِنْ رِضْوَانِ اللهِ لاَ يُلْقِي لَهَا بَالاً، يَرْفَعُ اللهُ
بِهَا دَرَجَاتٍ، وَإِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ سَخَطِ
اللهِ لاَ يُلْقِي لَهَا بَالاً يَهْوِي بِهَا فِي جَهَنَّمَ.
.
“Sesungguhnya seseorang mengucapkan kalimat dari keridhaan Allah
yang tidak diperhatikannya, namun Allah mengangkatnya disebabkan kalimat itu
beberapa derajat, dan sesungguhnya seorang hamba mengucapkan kalimat dari
kemurkaan Allah yang tidak di-perhatikannya, sehingga Allah melemparkannya
disebabkan kalimat itu ke dalam Neraka Jahanam” (HR. Imam Bukhari).
Itulah kekuatan lisan sehingga dapat
menentukan kedudukan dan keselamatan seorang hamba. bagaimana agar ia secara
pribadi sekaligus secara majemuk masyarakat, mampu mempergunakan lisan untuk
mencapai kedudukannya, derajat yang terhormat, bahkan pangkat yang paling
mulia, bukan hanya di kalangan manusia atau segenap makhluk, namun juga
kemuliaan di sisi Allah.
Teladan Rasulullah saw. sebagai
pemimpin yang paling mengasihi dan menyayangi umatnya, telah berpesan serta
berwasiat demi keselamatan, kemuliaan, serta ketinggian derajat kita, umat
beliau, dalam sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau
menerangkan,
إِنَّ
أَحَدَكُمْ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ
رِضْوَانِ اللهِ
مَا
يَظُنُّ أَنْ
تَبْلُغَ مَا
بَلَغَتْ فَيَكْتُبُ اللهُ
لَهُ
بِهَا
رِضْوَانَهُ إِلَى
يَوْمِ
يَلْقَاهُ
“Sesungguhnya seseorang dari kalian berkata
dengan perkataan yang diridhai Allah, dia tidak menyangka bahwa kalimat itu bisa
sampai pada apa yang dicapai (oleh kalimat itu), kemudian Allah mencatat
baginya disebabkan kalimat itu pada keridhaanNya sampai hari dia bertemu
denganNya.” (HR. Ahmad, at-Tirmidzi, an-Nasa`i, Ibnu Hibban dari sahabat
Bilal bin Harits).
Dengan cara seperti itulah kaum
Muslimin senantiasa bisa mempertahankan kedudukan yang paling mulia sejak zaman
para Nabi dan Rasul sampai saat sekarang, maka janganlah sekali-kali kita
melupakan atau tidak mau mewarisinya dengan sungguh-sungguh, sehingga
tersungkur dalam jurang kehancuran, karena tidak mampu lagi menjaga lisan dan
mensyukurinya dengan sebaik-baiknya.
Apabila kita tidak mampu untuk
berkata yang baik, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memberi
satu solusi jitu yaitu, “Diamlah!”
Karena diam itu mampu menahan
seorang hamba agar tidak jatuh ke dalam jurang kehancuran.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda,
مَنْ صَمَتَ نَجَا.
“Siapa yang diam, niscaya akan
selamat” (HR. Ahmad, at-Tirmidzi, ad-Darimi,
Ibnul Mubarak, Ibnu Abi ad-Dunya)
Dengan diam, kita akan selamat dari
jurang neraka, seperti yang diperingatkan oleh Rasulullah dalam haditsnya, “Dan
sesungguhnya seorang hamba mengucapkan kalimat dari yang dimurkai Allah yang
tidak diperhatikannya, sehingga Allah melemparkannya disebabkan kalimat itu ke
dalam Neraka Jahanam.” (HR. al-Bukhari).
walhasil, diam adalah solusi
terakhir bagi kita jika tidak mampu menjaga lisannya. ini mengindikaasikan
bahwa berkata, beraktifitas dan berperan dalam kancah publik sesungguhnya lebih
baik jika mampu dilakukan, namun jika tidak bisa, terlebih memudhorotkan kepada
yang lain, maka diam, pasif dan menjauhkan diri dari hiruk pikuk adalah yang
terbaik baginya. wallahu a’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar